Jokowi Beri Sinyal Status PPKM Dicabut Akhir Tahun

Penyekatan PPKM Darurat di Kabupaten Berau. (Nita Rahayu)
Penyekatan PPKM Darurat. (Dok)

Jakarta, helloborneo.com – Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah berencana mencabut status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada akhir tahun 2022. Namun, sebelum melakukan hal tersebut, Kementerian Kesehatan akan melakukan evaluasi dan kajian terlebih dahulu.

“Jadi kembali ke PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar -red), PPKM itu masih saya masih menunggu seluruh kajian dan kalkulasi dari Pak Menko maupun dari Kementerian Kesehatan,” kata Presiden.

Jokowi mengatakan dirinya memberi target kementerian terkait untuk menyelesaikan kajian dan kalkuasi terkait hal tersebut pada pekan ini sehingga ia dapat menyiapkan Keputusan Presiden mengenai penghentian PSBB-PPKM.

“Kita harapkan segera sudah saya dapatkan dalam minggu-minggu ini,” ungkap Jokowi.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pihaknya sudah melaporkan kepada Jokowi terkait kesiapan seluruh pihak terkait dalam melepaskan status PPKM. Menurutnya, wacana atau rencana pemerintah yang ingin mencabut status PPKM dilakukan karena sudah hampir satu tahun kasus COVID-19 di Tanah Air cukup landai.

“Artinya berdasarkan kriteria dari WHO di level 1 dan itu sudah 12 bulan artinya secara negara sebetulnya kita sudah masuk pandeminya sudah berubah menjadi endemi dan ini sudah level 1. Dan terakhir kan (daerah di Indonesia) kita semua (kasus COVID-19) di bawah 2.000 orang,” ungkap Airlangga.

Meski begitu, katanya, berbagai persiapan tentu akan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan sebelum mencabut status PPKM, termasuk melakukan sero survei kembali untuk mengetahui sejauh mana level imunitas atau kekebalan di masyarakat.

Pencabutan Status PPKM Cukup Berisiko

Sementara itu, pakar epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menilai sebetulnya menjelang akhir tahun kali ini, Indonesia sedang mengalami satu gelombang COVID-19 yang sayangnya tidak terlalu kelihatan. Dia berpendapat hal itu dipicu lemahnya pemerintah dalam mendeteksi sebuah kasus COVID-19 di masyarakat.

Ia memaparkan, tentu hal ini cukup berbahaya karena risiko COVID-19 bukan hanya berhenti di status akut, tetapi juga potensi long COVID-19 yang dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di masa depan.

Maka dari itu, menurutnya, alangkah lebih baik bila pemerintah menunggu setidaknya sampai awal tahun untuk melihat dampak liburan panjang Natal dan Tahun Baru terhadap kasus COVID-19. Hal ini diharapkan dapat memutuskan untuk menghentikan atau melanjutkan status PPKM tersebut.

“Maka bicara mitigasi, strategi, termasuk di dalamnya PPKM, saya kira kita harus tunggu sampai situasi di awal tahun. Misalnya Januari mulai bisa kita lihat terkendali tapi dalam konteks apa? Dalam konteks melihat apa yang akan direspons atau terjadi dalam situasi di Tiongkok yang perlu kita lihat dua bulan ke depan. Artinya kalaupun PPKM ini misalnya mau dicabut, saya kira tunggulah setelah Nataru,” ungkapnya.

Ia mengatakan pemerintah seharusnya memastikan modal imunitas, yakni vaksin primer khususnya pada anak sudah meningkat, sebelum mencabut status PPKM. Selain itu tingkat serapan vaksinasi booster untuk tenaga kesehatan serta orang yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid, kata Dicky, seharusnya sudah mencapai minimal 50 persen.

“Kalau belum disiapkan modal proteksi, modal imunitas kemudian dicabut, ini akan membuat banyak pengabaian-pengabaian. Ini yang akhirnya membuat kita menjadi kontributor dalam pemunduran lagi nanti akhir status pandemi yang sebetulnya sudah mulai terlihat,” tambahnya.

Terkait fase endemi dalam COVID-19, ia melihat fase tersebut sama sekali belum terlihat. Ia mencontohkan dalam pandemi virus H1N1 100 tahun lalu secara sains, dibutuhkan waktu setidaknya 20 tahun untuk menyebut wabah tersebut menjadi sebuah endemi.

“Selama itu dia hanya menjadi outbreak-outbreak kecil, mungkin pada beberapa wilayah dia terkendali. Tapi kalau bicara status endemi itu harus hati-hati karena dia tidak statis, dan itu cenderung nanti jangan dibawa ke ranah politis atau ekonomis karena nanti khawatir mengarah ke arah pengabaian, atau penurunan dari mitigasi karena bicara penyakit COVID-19 ini dia berkarakter,” katanya.

Namun ia sepakat bahwa COVID-19 akan menjadi endemi jelas, tetapi hal tersebut bergantung kepada kondisi negara lain.

“Seperti yang China kalau misalnya tiba-tiba muncul sub varian yang lebih bisa merusak semua modal imunitas yang sudah ada, kan endeminya nggak ada lagi,” katanya.

Wisma Atlet COVID-19 Ditutup

Sementara itu Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan penghentian operasional rumah sakit darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran menjadi penanda yang baik bagi Indonesia untuk melangkah maju ke depan. Erick menyampaikan kehadiran RSDC Wisma Atlet Kemayoran saat awal pandemi adalah bukti konkret keseriusan pemerintah dalam melindungi rakyat.

“Kita tentu masih ingat saat awal pandemi, seluruh pihak, dari TNI, Polri, kementerian lain, BUMN, tenaga kesehatan, hingga swasta, bahu-membahu mendirikan RS khusus untuk penanganan COVID-19,” ujar Erick dalam keterangan tertulis.

Dengan kerja sama dan dukungan penuh masyarakat, ucap Erick, pemerintah berhasil ‘menyulap’ wisma atlet sebagai rumah sakit darurat COVID-19. Erick menyebut peran vital RSDC Wisma Atlet Kemayoran dalam keberhasilan penanganan pandemi COVID-19. Sejak dibuka pada Maret 2020, katanya, RSDC Wisma Atlet Kemayoran telah memberikan penanganan kepada 162.966 pasien hingga Maret 2022.

“Pemerintah sudah memutuskan untuk menghentikan operasional RSDC Wisma Atlet Kemayoran. Meski sudah berhenti, tapi jangan lupa perjuangan para nakes, TNI, Polri, relawan, dan banyak pihak. Banyak juga dari mereka yang harus berkorban dan berpulang, mari kita senantiasa mendoakan mereka,” lanjutnya.

Dalam surat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto kepada Panglima Kodam Jayakarta Mayor Jenderal Untung Budiharto disebutkan penghentian operasional RSDC Wisma Atlet Kemayoran lantaran menurunnya kasus COVID-19 dan mempertimbangkan jumlah keterisian kamar, khususnya RSDC Wisma yang secara signifikan berkurang jumlah pasien atau jumlah yang dikarantina sampai akhir November 2022.

“Kami sampaikan untuk operasional Wisma Atlet Kemayoran akan dihentikan operasionalnya per 31 Desember 2022,” demikian bunyi surat tertanggal 30 November 2022 yang ditandatangani Suharyanto. (voa/log)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.