Jakarta, helloborneo.com – PT Pertamina (Persero) memastikan seluruh segmen masyarakat dapat menerima manfaat transisi energi. Hal tersebut juga merupakan komitmen global dan menjadi bagian dari rekomendasi kebijakan dari Business 20-Task Force Energy, Sustainability, and Climate (B20-TF ESC) dalam gelaran G20 November 2022 di Bali.
“Ada enam kebijakan tetapi tujuan utamanya adalah tidak ada yang tertinggal dalam masa transisi, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah,” kata Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati, di Paviliun Indonesia pada World Economic Forum (WEF) yang digelar di Davos, Swiss, melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Minggu (22/1/2023).
B20-TF ESC telah melahirkan enam rekomendasi kebijakan untuk mempercepat transisi energi yang mengakomodasi tantangan, peluang, dan risiko yang terkait peningkatan transisi yang adil dan teratur di negara berkembang.
Nicke yang juga menjabat sebagai co-Chair B20-TF ESC pada G20 tahun 2022 itu mengatakan, Indonesia merupakan negara berkembang pertama yang memegang Presidensi G20.
Rekomendasi tersebut diperlukan untuk mempercepat transisi energi.
Enam rekomendasi kebijakan tersebut, di antaranya secara progresif meningkatkan kuantum, prediktabilitas, dan kemudahan aliran pembiayaan ke negara-negara berkembang.
B20-TF ESC juga harus memastikan partisipasi UMKM dalam kegiatan transisi energi dengan pembiayaan dan “capacity building”. Berikutnya, harus memfasilitasi adopsi teknologi oleh rumah tangga dan UMKM untuk penggunaan energi yang efisien, bersih, dan modern.
Rekomendasi kebijakan lain yang diperlukan, lanjut Nicke, yakni percepatan penerapan solusi akses listrik terintegrasi, termasuk “off-grid” dengan partisipasi masyarakat dan elektrifikasi berbasis “grid” untuk memperluas akses energi dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
Oleh karena itu, satuan tugas (satgas) harus menerapkan kebijakan dengan memastikan transisi yang teratur di sumber energi primer.
Terakhir ialah perlunya kebijakan untuk mendukung inovasi teknologi iklim dengan mendukung “start-up” dan riset universitas dengan teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia yang terampil, pengetahuan, dan “sharing facility”.
Satgas juga memiliki prioritas seperti mempercepat penggunaan energi berkelanjutan, memastikan transisi yang adil dan terjangkau serta meningkatkan keamanan energi.
Nicke mengatakan, kolaborasi antara negara maju dan negara berkembang diperlukan sebagai “key enabler” untuk mencapai tiga prioritas tersebut.
B20, kata Nicke, berperan sebagai katalis dan mendorong perusahaan atau negara untuk menjalin kemitraan global. Setidaknya, ada 36 kesepakatan kemitraan yang melibatkan 11 negara dengan potensi nilai proyek sekitar 11,5 miliar dolar AS yang dijabarkan di B20-TF ESC.
Selain itu, terdapat 12 peluang kemitraan, lima acara “business matching” dan dua kolaborasi dengan platform investasi dalam “business matching avenue” di B20-TF ESC.
Oleh karena itu, aksi bisnis tersebut ditempuh melalui kemitraan global untuk mewujudkan rekomendasi kebijakan.
B20-TF ESC merupakan gugus tugas yang dihasilkan oleh keterlibatan kelompok B20 pada forum G20, di mana Indonesia bertindak sebagai presiden pada tahun 2022.
Gugus tugas menangani masalah yang berkaitan dengan energi, keberlanjutan, dan iklim dalam upaya bersama negara-negara anggota untuk mengatasi perubahan iklim.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, mengungkapkan soal pendanaan transisi energi Indonesia saat menghadiri Forum Ekonomi Dunia (The World Economic Forum/WEF) 2023, yang digelar di Davos, Swiss.
Dalam pidato pembukaannya pada workshop “Fast Tracking Energy Transition Investment in Developing Economies“, Selasa (17/1/2023) waktu setempat, Menteri Arifin menyampaikan agenda Indonesia dalam transisi energi dan mencapai target netralitas nol karbon atau net zero emission pada 2060 atau lebih cepat. (ip/log)