Jakarta, helloborneo.com – Sedikitnya ada 91 pengaduan perundungan terhadap peserta pendidikan kedokteran spesialis yang dilaporkan ke kanal milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Aduan itu diterima Kemenkes sejak diterbitkannya Instruksi Menteri Kesehatan tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan pada 20 Juli 2023.
Inspektur Jenderal Kemenkes, Murti Utami, mengatakan perundungan itu seharusnya tidak boleh terjadi apalagi di rumah sakit yang dikelola oleh Kemenkes.
“Dalam kurun waktu belum sampai sebulan kami sudah menerima 91 pengaduan perundungan di kanal laporan Kemenkes,” katanya.
Murti menjabarkan dari 91 aduan dugaan perundungan itu, 44 di antaranya terjadi di rumah sakit yang dikelola oleh Kemenkes.
“Tujuh belas laporan dari rumah sakit umum daerah di enam provinsi. Enam belas laporan dari fakultas kedokteran di delapan provinsi. Enam laporan dari rumah sakit milik universitas. Lalu, satu laporan dari rumah-rumah sakit TNI-Polri dan satu laporan dari rumah sakit swasta,” ujarnya.
Empat puluh empat laporan perundungan yang terjadi di rumah di lingkungan Kemenkes telah divalidasi Inspektorat Jenderal. Hasilnya sebanyak 12 laporan perundungan terjadi di tiga rumah sakit yakni Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo (Jakarta), RSUP Dr. Hasan Sadikin (Bandung), dan RSUP H Adam Malik (Medan).
“Kami menyatakan sudah selesai diinvestigasi. Sementara 32 laporan yang terjadi di delapan rumah sakit di lingkungan Kemenkes sedang dalam proses investigasi,” jelas Murti.
Murti mengungkapkan mayoritas aduan perundungan yang diterima Kemenkes berupa permintaan biaya di luar kebutuhan pendidikan, pelayanan, dan penelitian yang tidak seharusnya dilakukan oleh peserta pendidikan dokter spesialis.
“Tugas-tugas lain termasuk adanya waktu jaga yang berlebihan di luar batas wajar,” ungkapnya.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Azhar Jaya, mengatakan teguran tertulis telah diberikan kepada pimpinan tiga rumah sakit yang diduga menjadi tempat perundungan terhadap peserta pendidikan dokter spesialis. Kemenkes juga telah meminta ketiga pimpinan di rumah sakit tersebut untuk memberikan sanksi kepada staf medis dan peserta pendidikan dokter spesialis yang terlibat.
“Saya berharap ini yang terakhir dan tidak ada lagi. Namun kalau masih ada, kami akan serius melakukan penindakan-penindakan untuk menghilangkan ini. Saya juga meminta kepada pimpinan rumah sakit di lingkungan Kemenkes untuk menjalankan arahan hasil investigasi kepada seluruh stakeholder (pemangku kepentingan.red) yang terkait proses pendidikan di rumah sakit. Saya berharap para direktur segera melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencegah perundungan,” katanya.
Azhar menegaskan pihaknya akan terus memberi perhatian serius untuk menghilangkan praktik perundungan di rumah sakit yang dikelola oleh Kemenkes. Namun, untuk rumah sakit yang tidak dikelola oleh Kemenkes, katanya, diharapkan mengikuti kebijakan dari Instruksi Menteri Kesehatan tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan.
“Kalau tidak mendukung, Kementerian Kesehatan punya wewenang untuk mencabut status sebagai rumah sakit pendidikan,” ucapnya.
Azhar menyatakan kasus perundungan yang di dunia pendidikan khususnya bidang kedokteran benar adanya. Dia berharap perundungan tersebut bisa dihapuskan demi menghasilkan dokter yang bermutu, berkualitas, profesional, dan bermartabat.
Kemenkes pun akan memperluas kanal-kanal pelaporan agar memudahkan para korbannya untuk melaporkan perundungan yang dialaminya ketika berada di rumah sakit.
“Siapa pun yang merasa dirundung ketika berada di rumah sakit milik Kementerian Kesehatan maupun rumah sakit pendidikan agar terus melaporkan kepada kami. Tidak usah takut karena kami akan melindungi dan menindaklanjuti setiap kasus yang dilaporkan secara serius,” pungkas Azhar.
Menurut pengamat kesehatan dari Universitas Sumatra Utara, Destanul Aulia, SKM, MBA, MEc, Ph.D, diperlukan komitmen untuk menghapus perundungan yang terjadi di lingkungan rumah sakit, terutama terhadap peserta didik dokter spesialis. Apalagi perundungan itu terjadi di kalangan sesama peserta didik.
“Ini akan mengacaukan situasi pendidikan dokter spesialis. Ini harus dilakukan secara masif dan diperlukan komitmen bersama, karena kita berharap ke depan dokter-dokter spesialis itu punya kompetensi yang baik,” ucapnya.
Destanul menyarankan agar Kemenkes memperluas kanal-kanal laporan perundungan agar setiap korban yang dirundung berani untuk berbicara.
“intinya disiapkan kanal untuk setiap orang speak up dalam organisasi. Ini menjadi komitmen bersama secara masif dalam organisasi,” pungkasnya. (voaindonesia/log)