Jakarta, helloborneo.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menyatakan gas bumi akan menjadi jembatan bagi penerapan energi terbarukan di Indonesia.
Demikian disampaikan Arifin melalui keterangan tertulisnya, saat menjadi pembicara kunci dalam International Convention of Indonesian Upstream Oil and Gas (ICIUOG) 2023 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Kabupaten Badung, Bali, Kamis (21/9/2023).
“Bagi Indonesia, selama transisi menuju net zero emission pada 2060, minyak dan gas akan terus memainkan peran penting dalam mengamankan pasokan energi, khususnya di bidang transportasi dan pembangkit listrik. Gas akan digunakan untuk menjembatani 100 persen penerapan pembangkit energi terbarukan,” ujar Arifin.
Tren masyarakat dunia saat ini, lanjut Arifin, condong ke arah penggunaan sumber energi yang lebih bersih dan terbarukan sesuai dengan skenario dengan yang dikeluarkan BP Energy Outlook.
Menurut BP Energy Outlook, total konsumsi akhir, termasuk minyak dan gas akan mencapai puncaknya pada pertengahan hingga akhir 2020-an dalam skenario accelerated dan net zero. Kemudian pada 2050, konsumsi energi final akan berada 15-30 persen di bawah tingkat 2019.
Sebaliknya, dalam skenario new momentum yang mencerminkan sistem energi dunia saat ini, total konsumsi akhir meningkat hingga sekitar 2040, setelah itu konsumsi energi pada 2050 akan stagnan sekitar 10 persen di atas tingkat konsumsi energi pada 2019.
Dalam tiga skenario, yakni accelerated, net zero, dan new momentum, pemanfaatan minyak dan gas masih terjadi hingga 2050, meskipun penggunaan langsungnya menurun karena peningkatan efisiensi energi, peningkatan penggunaan listrik, dan dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan.
Saat ini, lanjut dia, pemerintah tengah menggalakkan penambahan wilayah kerja minyak migas baru setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan migas dan mengamankan pasokan energi.
“Mulai tahun ini, Pemerintah Indonesia tengah menggalakkan penambahan wilayah kerja migas baru setiap tahunnya. Investor dapat berpartisipasi melalui proses penawaran wilayah kerja yang dilakukan pemerintah atau bernegosiasi langsung dengan pemerintah,” katanya.
Untuk memenuhi kebutuhan migas tersebut, kata dia, Indonesia saat ini memfokuskan upaya eksplorasi cekungan migas, mengingat Indonesia masih menyimpan banyak cadangan migas yang belum dimanfaatkan. Dari 128 cekungan, 68 di antaranya masih belum dieksplorasi.
Kendati demikian, ucap Arifin, industri hulu migas harus menerapkan strategi penurunan emisi, termasuk penerapan teknologi energi bersih seperti carbon capture storage/carbon capture utilization and storage (CCS/CCUS).
Lebih lanjut, ia mengungkapkan pemerintah terus berupaya menciptakan iklim investasi yang baik. Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan SKK Migas juga sedang dalam tahap akhir terkait revisi Peraturan Pemerintah Nomor 27 dan 53 Tahun 2017. Revisi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kelayakan ekonomi proyek migas.
Selain itu, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Menteri tentang CCS/CCUS pada kegiatan hulu migas. Peraturan tersebut mencakup aspek teknis, bisnis, hukum, dan ekonomi. Hal itu menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan sektor migas yang rendah emisi sekaligus mendorong peningkatan produksi migas.
“Saat ini, terdapat 15 proyek CCS/CCUS dalam berbagai tahap, sebagian besar ditargetkan beroperasi pada tahun 2030 dengan perkiraan investasi 7,97 miliar dolar AS,” ungkapnya.
Selain itu, ia mengatakan sebagai respons terhadap meningkatnya permintaan dalam negeri, pemerintah juga secara aktif mengupayakan perluasan infrastruktur gas untuk memfasilitasi integrasi pasokan dan permintaan yang lancar.
“Dengan adanya potensi pasokan gas dalam negeri, maka perlu adanya rencana hilirisasi gas bumi yang lokasinya dekat, termasuk rencana pembangunan pabrik pupuk di Indonesia Timur (Fakfak dan Tanimbar),” tuturnya. (ip/log)