Standar ISO Sistem Peringatan Dini Gerakan Tanah Resmi Usulan Indonesia

Deputi bidang Pengembangan Standar - Badan Standardisasi Nasional (BSN), Hendro Kusumo. (Ist)
Deputi bidang Pengembangan Standar – Badan Standardisasi Nasional (BSN), Hendro Kusumo. (Ist)

Jakarta, helloborneo.com – Usulan Badan Standardisasi Nasional (BSN) terkait standar internasional  ISO 22328-2:2024 berjudul Security and resilience — Emergency management — Part 2: Guidelines for the implementation of a community-based early warning system for landslides berhasil dipublikasi dan ditetapkan pada forum International Organization for Standardization (ISO).

Kabar membanggakan ini melengkapi seri standar internasional ISO sistem peringatan dini (Early Warning System/EWS) yang telah diusulkan oleh Indonesia sebelumnya. Keberhasilan ini menunjukkan kontribusi besar Indonesia, yang menjadi pusat rujukan pengelolaan kebencanaan karena situasi besarnya potensi bencana yang ada, dalam mendukung ketersediaan rujukan panduan dalam bentuk standar global dalam bidang standardisasi, sehingga dapat memberikan manfaat dalam memitigasi kebencanaan, khususnya bencana tanah longsor.

Deputi bidang Pengembangan Standar – Badan Standardisasi Nasional (BSN), Hendro Kusumo menyampaikan rasa kebanggaannya dan sekaligus apresiasi yang tinggi atas pencapaian ini kepada semua pihak yang terlibat, dimana capaian ini merupakan hasil kolaborasi para pemangku kepentingan, dan bentuk dukungan komitmen yang kuat dari Indonesia dalam pengurangan risiko bencana di level global.

“Standar sistem peringatan dini yang semula digunakan di level nasional, dan atas pertimbangan perluasan kemanfaatan yang lebih luas di level internasional, apalagi substansi standar telah didukung hasil penelitian para ahli bencana Indonesia dan secara penerapan telah menjadi praktik yang baik di kalangan komunitas berisiko bencana, maka Indonesia berinisiatif mengangkat Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi standar internasional ISO. Sebagaimana diketahui, usulan standar inisiatif Indonesia ini merupakan  pengembangan dari SNI 8235:2017 tentang Sistem peringatan dini gerakan tanah,” ujar Hendro di Jakarta.

SNI 8235:2017 pada awalnya dirumuskan untuk menyeragamkan implementasi sistem peringatan dini gerakan tanah di wilayah rawan bencana tanah longsor. BSN sendiri telah menetapkan 23 SNI tentang kebencanaan, termasuk didalamnya SNI tentang sistem peringatan dini dalam penanggulangan bencana.

Keaktifan BSN bersama dengan stakeholder utama dalam merumuskan SNI itu, dilandasi oleh kondisi Indonesia yang termasuk dalam wilayah rawan bencana. World Risk Report 2023, seperti dilansir dalam laman kontan.co.id, menempatkan Indonesia di peringkat kedua dari 193 negara di dunia dengan indeks risiko bencana sebesar 43,50, di bawah Filipina yang menempati posisi pertama.

Pada Januari 2024 hingga Juli 2024, Badan Nasional Penanggulangan Bencana – BNPB mencatat adanya 788 kejadian bencana, dengan kejadian tanah longsor dan banjir mendominasi sebagai bencana yang paling sering terjadi.

Dengan kondisi itu, Indonesia berupaya keras memperkuat mitigasi risiko bencana. Pengembangan SNI yang dibutuhkan sebagai panduan bersama dalam upaya mitigasi tersebut, menjadi hal yang sangat penting dan urgent. Dan oleh karenanya agar kemanfaatannya tidak hanya untuk Indonesia saja, maka kontribusi Indonesia terhadap dunia, yang juga memiliki risiko bencana meskipun dengan indeks yang berbeda, dengan pengajuan rancangan standar ISO mendapat sambutan positif anggota ISO, karena kesamaan kepentingan untuk maksud keselamatan manusia dan pengurangan risiko kebencanaan.

Pencapaian pengembangan standar di forum ISO tersebut, tentunya tak lepas dari sinergi dan kolaborasi yang kuat dengan BNPB, pakar dari Universitas Gadjah Mada – UGM, dan Komite Teknis 13-08, Penanggulangan Bencana, yang memiliki ruang lingkup mirroring dengan ISO/TC 292, Security and Resilience.

ISO 22328-2:2024 merupakan revisi dari ISO 22327:2018, Security and resilience — Emergency management — Guidelines for implementation of a community-based landslide early warning system, yang disesuaikan agar sejalan dengan seri standar ISO 22328 tentang sistem peringatan dini.

Pengumuman publikasi standar ini telah disampaikan dalam plenary meeting ISO/TC 292, Security and resilience yang dilaksanakan pada 30 September  2024 sampai dengan 4 Oktober 2024 di Liverpool, Inggris. Dalam pertemuan tahunan ini turut hadir delegasi Indonesia yaitu Agus Wibowo dari BNPB, Prof Faisal Fathani dan Prof Wahyu Wilopo (pakar dari dari UGM), serta Meira Rini dari BSN.

Ketua ISO/TC 292/SC 1, Emergency management Prof Rhainer Koch dari Jerman, menyampaikan bahwa standar yang diusulkan Indonesia diterima dengan sangat baik oleh komunitas internasional.

“Proses usulan standar dari Indonesia dan pembahasannya di forum ISO/TC 292 berjalan dengan baik, dan telah terjadi proses pembelajaran yang matang dari standar sebelumnya, karena adanya sharing praktik yang baik dari Indonesia,” ujar Prof Rhainer pada rapat Pleno ISO/TC 292 tersebut.

Selain standar yang telah diterbitkan tersebut, Indonesia saat ini juga telah mengajukan dua rancangan standar internasional baru, yaitu: pertama, ISO/NP 22328-4: Guidelines for the implementation of a community-based early warning system for floods, dengan konseptor Prof Faisal Fathani dari UGM, dan kedua, ISO/NP 22328-5: Guidelines for the implementation of a community-based early warning system for volcanic eruptions, dengan konseptor Prof Wahyu Wilopo dari UGM.

Kedua usulan standar tersebut telah dipaparkan dalam sidang plenary ISO/TC 292/SC 1, Emergency management, dan hasilnya disetujui serta disepakati untuk dilanjutkan ke tahap balloting NP (New Proposal). Kedua rancangan standar ISO tersebut disambut antusias dan mendapat dukungan dari negara anggota, seperti India, Jepang, dan Amerika Serikat.

Dengan pengakuan internasional ini, Indonesia semakin memperkuat posisinya dalam forum pengembangan standar internasional ISO serta menunjukkan kontribusinya yang sangat signifikan dalam penguatan ketahanan terhadap kejadian bencana melalui pengembangan standar yang relevan.

“Tidak hanya untuk Indonesia tetapi juga secara internasional, penerapan standar ini diharapkan dapat membantu para pihak untuk mengurangi risiko dan dampak bencana di seluruh dunia,” pungkas Hendro. (ip/log)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.