Banyak Siswa Lancar Membaca, Tapi Kurang Memahami Bacaannya, Begini Solusinya

Gusti

 

Bacalah. (Ist)

Bacalah. (Ist)

Makassar – Program USAID PRIORITAS melakukan penilaian kemampuan membaca kelas awal (Early Grade Reading Assesment) terhadap 15.941 orang siswa kelas 3 yang disampel di tujuh provinsi dampingan di Indonesia mulai tahun 2012-2015.

Tujuh provinsi tersebut yaitu Aceh, Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.  Hasil dari penilaian tersebut menunjukkan bahwa banyak anak yang disampel oleh program PRIORITAS lancar membaca namun kurang memahami makna teks yang dibaca. Pemahaman membaca siswa yang disampel  rata-rata masih dibawah 80 %.

Menurut Jamaruddin, Koordinator Provinsi USAID PRIORITAS, hasil penelitian tersebut perlu ditanggapi secara serius oleh pemerintah daerah dan stakeholder terkait pendidikan.

“Kemampuan memahami bacaan akan mempengaruhi pencerapan siswa selama pembelajaran. Siswa juga akan sulit mengembangkan skill-skil lainnya yang seringkali hanya bisa diperoleh dengan jalan membaca,” ujarnya (29/10).

Kalau tidak paham bacaannya, menurutnya, tidak mengerti dengan baik instruksi dalam bacaan, siswa akan cenderung semakin menurun prestasi dan kemampuannya saat naik ke kelas-kelas selanjutnya. “Semakin naik kelas, informasi yang akan didapat semakin kompleks dan rumit. Mereka yang kurang memiliki skill membaca dan memahami bacaan akan semakin ketinggalan  dalam pembelajaran dan dalam ketrampilan lainnya,” ujarnya.

Menurut Feiny Sentosa, Wakil Direktur Program USAID PRIORITAS Indonesia, assessmen kemampuan membaca dengan EGRA  merupakan langkah awal untuk  merancang program yang tepat untuk meningkatkan skill  membaca.

“EGRA mengandung  5 sub-tugas asesmen, yaitu, mengenal nama huruf, membaca kata-kata yang bermakna, membaca kata-kata yang tidak bermakna, membaca teks (kelancaran) dan menjawab pertanyaan tentang teks (pemahaman), dan pemahaman menyimak. Dengan melihat hasil olah data terhadap kelima aspek sub-tugas tersebut, program-program apa yang terbaik di sekolah bisa dirancang,” ujarnya.

Menurut Jamaruddin, dalam mengajarkan membaca pada siswa kelas awal, pendekatan menghapal kata sudah mulai harus ditinggalkan. “Menghapal kata membuat siswa lancar membaca, tapi tidak berkontribusi maksimal terhadap kemampuan siswa memahami bacaan,” ujarnya.

Berdasarkan hasil penelitian dan praktek yang diterapkan USAID PRIORITAS, kelas yang kuat dalam membangun pemahaman membaca adalah kelas yang gurunya  mau mengubah metode mengajar berdasarkan feed back yang diterima dari siswa, yang melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran.

Salah satu cara untuk membuat siswa aktif dalam pembelajaran membaca adalah dengan mengadakan kegiatan prediksi sebelum membaca dan merangkum bacaan setelah membaca. “Prediksi bisa dilakukan dengan banyak strategi, misalnya memprediksi kata atau bacaan lewat gambar di sampul buku, di halaman buku dan sebagainya sebelum membaca. Program merangkum bisa gunakan prinsip 5W IH,” ujar Jamaruddin.

Namun hal yang paling penting juga adalah sekolah perlu menambah jam khusus untuk membaca. “Program membaca 15 menit sebelum pembelajaran yang dicanangkan pemerintah sangat mendukung hal ini. Di beberapa sekolah binaan USAID PRIORITAS bahkan tiap sabtu ada tambahan jam khusus yang biasanya satu untuk peningkatan ketrampilan literasi, yang isinya membaca, merangkum dan menceritakan isi bacaan,” ujar Jamar. (rol)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.